salty_fish


Ada lima jenis manusia jika ditilik dalam permasalahan ini..

Pertama, orang yang apabila diberi sesuatu dia menolak dengan keras, hingga terkadang dapat menyebabkan rusaknya hubungan dengan orang yang melakukan pemberian. Kedua, orang yang apabila diberi sesuatu melakukan penolakan secara halus tanpa mengakibatkan rusaknya hubungan dengan orang lain. Orang dengan katagori ini biasanya tetap bisa berhubungan baik dengan orang lain dan bisa memberikan pemahaman kepada yang melakukan pemberian sehingga tidak melakukannya lagi dikemudian hari. Ketiga, orang yang apabila diberi sesuatu terkadang melakukan penolakan secara halus dan terkadang terpaksa menerima karena segan atau tidak enak dengan orang yang dihadapinya. Dia tidak terpengaruh kinerja-nya dengan dan atau tanpa pemberian dari pihak lain.

Ke-empat, orang yang meminta untuk diberi sesuatu. Orang ini dengan terus terang atau terkadang secara sembunyi-sembunyi meminta “kutipan” atau imbalan diluar aturan resmi atas jasa sebelum atau setelah melakukan sesuatu pekerjaan. Kelima, orang yang bersiasat atau dengan sengaja membuat celah atau jalan, sehingga orang mau-tidak mau harus memberikan imbalan agar sesuatu pekerjaan dapat diselesaikan.

Yang terbaik diantara lima jenis orang ini adalah orang yang memegang prinsip kedua. Orang dengan katagori pertama adalah orang baik, hanya saja tatacara penyampaian penolakan terkadang harus diperhatikan. Rusak-nya hubungan dengan orang lain mungkin dapat menimbulkan kesulitan tersendiri di kemudian hari. Orang yang berada pada katagori ketiga adalah rata-rata kebanyakan orang.. rasa segan atau tidak-enakan untuk menolak karena takut di-cap sebagai orang dengan katagori pertama atau karena takut untuk merusak hubungan, atau bahkan karena berpandangan bahwa ini adalah hal yang lumrah dan tidak akan mempengaruhi kinerja dari yang bersangkutan menyebabkan orang terjebak dalam stereotype ini.

Orang dalam katagori ke-empat dan kelima, termasuk orang yang celaka..!! karena meminta sesuatu yang diluar hak-nya. Orang yang meminta imbalan diluar yang seharusnya saja sudah lumayan celaka, apalagi orang yang dengan sengaja menyiasati agar orang lain terpaksa memberikan sejumlah imbalan diluar ketentuan. Entah apapun alasannya jangan sampai kita termasuk dalam golongan ini.


Sedikit wejangan ringan namun bermakna dalam tersebut saya kutip dan saya ceritakan ulang dengan gaya bahasa saya sendiri. Saya sendiri tidak tahu siapa yang mengemukakan teori ini. Cerita ini sendiri saya dapatkan dari sebuah percakapan ringan dengan salah seorang atasan pada suatu waktu. 


Entah, sudah tak terhitung berapa kali cerita ini saya share kepada rekan-rekan yang lain. Yang sering jadi bahan diskusi kami adalah orang yang termasuk dalam katagori ketiga. Tak sedikit rekan diskusi yang menyatakan tak ada salahnya menerima imbalan selama tidak kita minta, anggap saja sebagai rejeki tambahan atau hibah dari yang memberi.. toh ada atau tidak ada pemberian tidak akan mempengaruhi kinerja kita.. Pernah juga kami berdiskusi sengit dengan salah seorang aktivis yang menyebutkan pemberian itu selayaknya diterima, karena sesungguhnya orang yang melakukan pemberian telah melakukan perhitungan secara akurat atas pemberian yang dilakukan. Selama kita masih bisa memanfaatkan pemberiaan itu secara bijaksana atau dapat digunakan untuk kepentingan umum itu adalah hal yang dianjurkan. Selanjutnya mereka memberikan gambaran mengerikan bahwa apabila pemberian itu bisa saja digunakan untuk kepentingan lain yang membahayakan atau untuk kepentingan kelompok tertentu yang dapat menyebabkan kerugian luas bagi masyarakat umum, karena pemberian itu (lagi-lagi) telah diperhitungkan dan harus dikeluarkan. *(note: mungkin gambaran tentang ‘aktivis’ ini agak sedikit membingungkan, hal ini sengaja saya lakukan karena tulisan ini saya tujukan untuk kalangan umum, sehingga tidak menyinggung kelompok tertentu).


Whatever apapun itu.. terserah orang lain berargumen tentang masalah ini.. saya adalah saya.. i’m proud to be me.. dan hingga saat ini, saya tidak berniat untuk berubah. Mungkin gambaran yang lebih sering muncul adalah saya termasuk orang yang terlihat marah ketika diberikan sesuatu diluar dari yang seharusnya. Sometimes people say.. i’m look like angger when someone step up on my pride.. Saya sepenuhnya sadar, terkadang saya lebih sering di-cap sebagai orang dengan katagori pertama. Walaupun sebenarnya saya selalu belajar untuk menjadi orang dengan katagori Kedua, orang yang tetap bisa menjalin hubungan baik dengan orang lain apapun keadaanya dan dapat memberikan pemahaman dengan baik.



Setiap manusia diberikan naluri dan logika untuk berpikir apa yang akan dilakukan. Sebuah pilihan tentu saja memiliki konsekuensi tersendiri. Tak perlu berkoar-koar seperti apa kita dan apa yang harus orang lain lakukan, biarkan saja orang lain yang menilai, biar waktu yang buktikan. Bagaimana dengan Anda, Siapa Anda? Termasuk golongan yang manakah Anda??




btw, IMHO.. seseorang yang menggunakan kekuasaanya untuk mempermudah atau memperlancar suatu pekerjaan diluar ketentuan, saya anggap sebagai "orang melakukan suatu pemberian".. entah itu dengan kekuasaan yang dia miliki atau bahkan dengan pressure yang dia gunakan karena menyalah gunakan sesuatu diluar wewenang jabatannya..
Label: | edit post
0 Responses