salty_fish
Entah sudah berapa kali terjadi perbedaan penetapan awal bulan Romadhon di Negri ini. Hampir setiap kali bulan romadhon datang terjadi keresahan dan kebimbangan di hati kaum muslimin. Sebagian tokoh berusaha meringankan masalah dan membuat masalah ini sederhana dengan mengatakan bahwa ‘perbedaan itu adalah rahmat’. Padahal sungguh dihati kaum muslimin tak ingin berbeda dengan saudaranya. Indah rasanya, jika dapat memulai puasa bersama-sama, sholat tarawih berjama’ah, pengajian bulan romadhon bersama-sama, dan tentu saja sholat ‘Iedul Fithri di tanah lapang bersama dengan jamaah kaum muslimin. Para pakar hadist sendiri menyatakan bahwa hadist “Perselisihan umatku adalah rahmat” merupakan hadist yang ‘Tidak ada Asalnya’ ditinjau dari segi sanad (rangkaian periwayat hadist) maupun matan (isi)-nya.

Apa yang menyebabkan terjadinya perbedaan penetapan awal bulan Romadhon? 
Ternyata, Jika ditelusuri secara mendalam, perbedaannya terletak pada metode penetapan awal bulan romadhon diantara ormas-ormas atau partai-partai islam. Sebagian menetapkan awal bulan romadhon dengan cara Ru’yah (melihat) hilal (bulan), sedangkan sebagainnya lagi menggunakan metode Hisab(ilmu perhitungan posisi bulan).

Ru’yah didefinisian sebagai aktivitas mengamati visibilitas hilal (bulan), yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali ketika terjadi ijtima’ (bulan baru). Ru’yah dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. (Teleskop diperbolehkan untuk melihat hilal berdasarkan hasil rapat Majelis Ulama Saudi Arabia bulan Dzul Qo’dah 1403 H).
Hisab merupakan perhitungan secara matematis dan astronomis dalam menentukan posisi bulan untuk menentukan dimulainya suatu bulan.
Bilangan bulan jika dipandang dari segi syari’at mungkin berjumlah 29 hari atau 30 hari, sedangkan dalam pandangan ilmu Hisab satu bulan sama dengan 29 hari 12 jam ditambah 44 detik. 
Dalam Pandangan ilmu hisab, awal bulan dimulai sejak hilangnya matahari sore itu, sedangkan dalam pandangan syari’at awal bulan dimulai dengan terlihatnya hilal (bulan).

Lalu, Bagaiman cara menentukan awal bulan romadhon?
Dalil yang digunakan untuk penentuan awal bulan Romahon adalah hadist berikut:

Dari Ibnu Umar [Rodiallahuanhuma] berkata, Aku mendengar Rosulullah [Sholallahu’alahi wassalam]bersabda: “ Apabila kalian melihat bulan maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (bulan) maka berbukalah (berhari rayalah), dan apabila terhalang (samar-samar) oleh kalian maka perkirakanlah (takdirkanlah)”. (HR. Bukhori IV/102 dan Muslim 1080)
Menurut riwayat Muslim: “Jika bulan itu tertutup dari pandangan kalian, maka perkirakanlah 30 hari” (HR. Muslim 1081)
Menurut Riwayat Bukhori: Maka Sempurnakanlah hitungannya menjadi 30 hari”, dalam riwayat Abu Hurairah :” Maka sempurnakanlah hitungan bulan sya’ban 30 hari” (HR. Bukhori IV/106).

Dimanakah letak perbedaannya??
Mereka yang berpendapat dengan Hisab menggunakan qiyas (analogi) bahwa yang dimaksud dengan ‘melihat’ dalam hadist tersebut dapat diterjemahkan dengan melihat dengan menggunakan segala daya upaya yang memungkinkan yaitu dengan cara menghitung posisi bulan. Mereka beranggapan bolehnya hisab untuk waktu puasa sebagaimana hisab untuk waktu sholat. Mereka juga menyandarkannya pada keumuman dalil perhitungan waktu (QS. Yunus: 5). 
Mereka yang berpendapat dengan Hisab juga berpendapat bahwa makna kata “perkirakanlah (takdikalah)” dalam hadis tersebut berarti menggunakan ilmu hisab.

Penetapan awal bulan romadhon dengan cara Ru’yah (melihat) didasarkan atas dalil-dalil Alqur’an Surat Al Baqoroh ayat 185:
“…barang siapa di antara kamu hadir (melihat) dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..” (QS. Al Baqoroh: 185)

Hadist-hadist:
Dari ibnu Umar [Rodiallahuanhuma] berkata: Orang-orang melihat bulan sabit, lalu aku beritahukan kepada Nabi [Sholallahu’alahi wassalam] bahwa aku benar-benar telah melihatnya. Lalu beliau berpuasa dan menyuruh agar orang-orang berpuasa. (Hadist Sohih, Diriwayatkan oleh Abu Daud (2342), Ad Darimi (II/4), Ibnu Hibban (871), Al Hakim (I/423), Al Baihaqi IV/212))

Dari Ibnu Abbas [Rodiallahuanhuma] : bahwa ada seorang arab Badui menghadap Nabi[Sholallahu’alahi wassalam], lalu berkata “Sungguh aku telah melihat bulan sabit (tanggal satu). Nabi [Sholallahu’alahi wassalam] bertanya: “Apakah engkau bersaksi tiada Tuhan selain Allah?”, Ia berkata “Ya”, Beliau bertanya: “apakah engkau bersaksi Muhammad itu utusan Allah?” Ia menjawab “Ya”. Umumkanlah pada orang-orang wahai Bilal, agar besok mereka berpuasa” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’I, Ibnu Majah, dan Ahmad. Sohih menurut Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban, Mursal menurut An Nasa’i).

Sedangkan makna kata “perkirakanlah (takdikalah)” dalam hadis tersebut lebih tepat jika ditafsirkan sebagai “sempurnakanlah” (bulan sya’ban menjadi 30 hari), sebagaimana yang telah disebutkan dalam Hadist Riwayat Imam Bukhori (IV/106) dan Muslim (1081) diatas.


Dari pemaparan diatas, jelaslah bahwa penetapan awal bulan Romadhon yang paling tepat InsyaAllahadalah dengan menggunakan Ru’yah.

Larangan mendahului bulan Romadhon atau berpuasa pada hari yang meragukan sendiri dijelaskan dalam hadist-hadist berikut:
Dari Abu Hurairah [Rodiallahuanh] bahwa Rosulullah [Sholallahu’alahi wassalam] bersabda: “ Janganlah engkau mendahului Romadhon dengan berpuasa sehari atau dua hari kecuali bagi yang terbiasa berpuasa, maka bolehlah ia berpuasa” (HR. Bukhori dan Muslim 573, secara ringkas)

Ammar Ibnu Yasir [Rodiallahuanh] berkata: Barang siapa berpuasa pada hari yang meragukan, maka ia telah durhaka kepada Abu Qosyim (Rosulullah)[Sholallahu’alahi wassalam]. (HR. Bukhori IV/119 –secara mu’allaq, Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, An Nasa’i, dan Ahmad –menilainya maushul, Sohih menurut Ibnu Hibban, dan dinilai hasan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar).

Ketahuilah wahai saudaraku. Hisab sendiri bukan suatu hal yang pasti, banyak fakta dilapangan menyatakan kesalahan-kesalahan perhitungan ilmu hisab, bahkan sering ditemukan perbedaan diantara kalangan ahli hisab itu sendiri. Sebagian ahli astronomi juga mengakui bahwa mustahil membuat kalender yang paten untuk tahun qomariyyah karena bulan silih berganti antara tahun ketahun berikutnya. 

Alangkah indahnya apabila umat islam bersatu dan bersama-sama dalam menjalankan syari’at yang mulia ini, mari kita tinggalkan segala fanatisme golongan karena hal itu akan membuat kita sulit untuk menerima kebenaran..

“Hai Orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul-(Nya) dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa : 59)



Daftar Pustaka
- Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, cv Diponegoro, Bandung, Cet ke 4 Th 2000 M.
- Majalah Al Furqon Edisi 9 Tahun 8, Ma’had Al Furqon, 1430 H/2009 M
- Majalah Al Furqon Edisi 1 Tahun 9, Ma’had Al Furqon, 1430 H/2009 M
- Meneladani Shaum Rosulullah, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali & Syaikh ‘Ali Hasan “ali Abdul Hamid, diterjemahkan oleh M Abdul Ghoffar EM, Pustaka Imam Asy Syafi’I, cet ke 2 Th 1426 H/2005 M.
- Tafsir Ibnu Katsir pentahqiq DR. Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrohman bin Ishak Alu Syaikh, diterjemahkan oleh M Abdul Ghoffar EM, Pustaka Imam Asy Syafi’I, cet ke 4 Th 1427 H/2006 M.
- Tarjamah Hadist Bulughul Maram Ibnu Hajar Atsqolani, penerjemah Prof, Drs, K.H. Masdar Helmy, Gema Risalah Press, Bandung, Cet ke 3 1994 M
0 Responses